Sumber-sumber Dakwah
Prinsip tauhid di dalam Islam, menegaskan bahwa semua yang ada berasal dan atas izin Allah SWT. Dia-lah Allah SWT yang maha mengetahui segala sesuatu. Konsep kekuasaan-Nya juga meliputi pemeliharaan terhadap alam yang Dia ciptakan. Konsep yang mengatakan bahwa Allah SWT lah yang mengajarkan manusia disebutkan dalam Al-Quran.
وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (البقرة : 31)
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (البقرة : 239)
عَلَّمَ الْقُرْءَانَ (الرحمن : 2)
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (العلق : 4-5)
Di dalam ayat lain 5:1-4 disebutkan bahwa “Dia telah mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan mengajarinya penjelasan (bayan)”
Wahyu, yang diterima oleh semua Nabi SAW berasal dari Allah SWT, merupakan sumber pengetahuan yang paling pasti. Namun, Al-Quran juga menunjukkan sumber-sumber pengetahuan lain disamping apa yang tertulis di dalamnya, yang dapat melengkapi kebenaran wahyu. Pada dasarnya sumber-sumber itu diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT, asal segala sesuatu. Namun, karena pengetahuan yang tidak diwahyukan tidak diberikan langsung oleh Allah SWT kepada manusia, dan karena keterbatasan metodologis dan aksiologis dari ilmu non-wahyu tersebut, maka ilmu-ilmu tersebut di dalam Islam memiliki kedudukan yang tidak sama dengan ilmu pengetahuan yang langsung diperoleh dari wahyu. Sehingga, di dalam Islam tidak ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epitemologis Islam, ilmu-ilmu tersebut tidak lain merupakan bayan atau penjelasan yang mengafirmasi wahyu, yang kebenarannya pasti. Di sinilah letak perbedaan epistemologi sekuler dengan epistemologi Islam.
Sumber-sumber pengetahuan lain selain yang diwahyukan langsung misalnya fenomena alam, psikologi manusia, dan sejarah. Al-Quran menggunakan istilah ayat (tanda) untuk menggambarkan sumber ilmu berupa fenomena alam dan psikologi (2:164, 42:53).
Untuk sumber ilmu berupa fenomena sejarah, Al-Quran menggunakan istilah ‘ibrah (pelajaran, petunjuk) yang darinya bisa diambil pelajaran moral (12:111).
Sebagai akibat wajar dari otoritas ketuhanannya, al-Quran, di samping menunjukkan sumber-sumber pengetahuan eksternal, ia sendiri merupakan sumber utama pengetahuan. Penunjukkannya terhadap fenomena alam, peristiwa sejarah, metafisis, sosiologis, alami dan eskatologis mesti benar, apakah secara literal atau metaforis. Kaum muslimin mengambil sistem dan subsistem pengetahuan dan kebudayaan dari al-Quran. Dokumen paling otentik tentang subyek ilmu pengetahuan (di mana al-quran sebagai katalisator) dapat ditemukan dalam al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran karya Badruddin al-Zarkasyi.
Di dalam Islam, pencarian pengetahuan oleh seseorang bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, tetapi harus, dan dianggap sebagai kewajiban bagi semua Muslim yang bertanggung jawab. Kedudukan ini berbeda dengan sikap skeptis Yunani dan Sophis, yang menganggap pengetahuan hanya imajinasi kosong.
Dalam bahasa Arab, pengetahuan digambarkan dengan istilah al-ilm, al-ma’rifah dan al-syu’ur. Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang terpenting, karena ia merupakan salah satu sifat Allah SWT. Al-ilm berasal dari akar kata l-m dan diambil dari kata ‘alamah, yang berarti “tanda”, “simbol”, atau ”lambang”, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal. Tapi alamah juga berarti pengetahuan, lencana, karakteristik, petunjuk dan gejala.. Karenanya ma’lam (amak ma’alim) berarti petunjuk jalan, atau sesuatu yang menunjukkan dirinya atau dengan apa seseorang ditunjukkan. Hal yang sama juga pada kata alam berarti rambu jalan sebagai petunjuk. Di samping itu, bukan tanpa tujuan al-Quran menggunakan istilah ayat baik terhadap wahyu, maupun terhadap fenomena alam. Pengertian ayat (dan juga ilm, alam, dan ’alama) di dalam al-Quran tersebut yang menyebabkan Nabi SAW mengutuk orang-orang yang membaca ayat 3:190-195 yang secara jelas menggambarkan karakteristik orang-orang yang berfikir, mambaca, mengingat ayat-ayat Allah SWT di muka bumi tanpa mau merenungkan (makna)nya.
0 komentar: