TEKS BERJALAN



ASBANIAH ANAK MANAJEMEN DAKWAH STAIN SAMARINDA

Pages

  • your image alt

    Slider Title 1

    Place Your Description here.... At vero eos et accusamus et iusto odio dignissimos ducimus qui blanditiis praesentium voluptatum deleniti atque corrupti quos dolores et quas...

  • your image alt

    Slider Title 2

    Place Your Description here.... At vero eos et accusamus et iusto odio dignissimos ducimus qui blanditiis praesentium voluptatum deleniti atque corrupti quos dolores et quas...

  • your image alt

    Slider Title 3

    Place Your Description here.... At vero eos et accusamus et iusto odio dignissimos ducimus qui blanditiis praesentium voluptatum deleniti atque corrupti quos dolores et quas...

PENGERTIAN STRATEGI DAKWAH


A. PENGERTIAN STRATEGI DAKWAH
Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan management untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencpai tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana tekhnik (cara) operasionalnya.
Dengan demikian strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning) dan management dakwah untuk mencapai suatu tujuan. Di dalam mencapai tujuan tersebut strategi dakwah harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara tekhnik (taktik) harus dilakukan, dalam arti kat bahwa pendekatan (approach) bias berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi.Untuk mantapnya strategi dakwah, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus Lasswell, yaitu:
* Who? (Siapa da'i atau penyampai pesan dakwahnya?)
* Says What? (Pesan apa yang disampaikan?)
* In Which Channel? (Media apa yang digunakan?)
* To Whom? (Siapa Mad'unya atau pendengarnya?)
* With what Effect? (Efek apa yang diharapkan?)

Pertanyaan "efek apa yang diharapkan" secara emplisit mengandung pertanyaan lain yang perlu dijawab dengan seksama. Pertanyaan tersebut, yakni :
> When (Kapan dilaksanakannya?)
> How (Bagaimana melaksanakannya?)
> Why (Mengapa dilaksanakan demikian?)

Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi dakwah sangat penting, karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan dakwah bisa berjenis-jenis, yakni :
> Menyebarkan Informasi
> Melakukan Persuasi
> Melaksanakan Instruksi.

B. PENTINGNYA STRATEGI DAKWAH
Pentingnya strategi dakwah adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan pentingnya suatu tujuan adalah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Fokus perhatian dari ahli dakwah memang penting untuk ditujukan kepada strategi dakwah, karena berhasil tidaknya kegiatan dakwah secara efektif banyak ditentukan oleh strategi dakwah itu sendiri.
Dengan demikian strategi dakwah, baik secara makro maupun secar mikro mempunyai funsi ganda, yaitu :
a. Menyebarluaskan pesan-pesan dakwah yang bersifat informative, persuasive dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal.
b. Menjembatani "Cultur Gap" akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilaii-nilai dan norma-norma agama maupun budaya.
Bahasan ini sifatnya sederhana saja, meskipun demikian diharapkan dapat menggugah perhatian para ahli dakwah dan para calon pendakwah yang sedang atau akan bergerak dalam kegiatan dakwah secara makro, untuk memperdalaminya.
Jika kita sudah tau dan memahami sifat-sifat mad'u, dan tahu pula efek apa yang kita kehendaki dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berdakwah sangatlah penting, karena ini ada kitannya dengan media yang harus kita gunakan. Cara bagaimana kita menyampaikan pesan dakwah tersebut, kita bias mengambil salah satu dari dua tatanan di bawah ini :
a. Dakwah secara tatap muka (face to face)
- Dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari mad'u.
- Sewaktu menyampaikan memerlukan umpan balik langsung (immediate feedback).
- Dapat saling melihat secara langsung dan bisa mengetahui apakah mad'u memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita sampaikan. Sehingga umpan balik tetap menyenangkan kita.
- Kelemahannya mad'u yang dapat diubah tingkah lakunya relative, sejauh bisa berdialog dengannya.
b. Dakwah melalui media.
- Pada umumnya banyak digunakan untuk dakwah informatife.
- Tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku.
- Kelemhannya tidak persuasive
- Kelebihannya dapat mencapai mad'u dalam jumlah yang besar.

C. PERANAN DA'I DALAM STRATEGI DAKWAH
Dalam strategi dakwah peranan dakwah sangatlah penting. Strategi dakwah harus luwes sedemikian rupa sehingga da'i sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat proses dakwah bisa datang sewaktu-waktu, lebih-lebih jika proses dakwah berlangsung melalui media.
Menurut konsep A.A Prosedure, bahwa dalam melancarkan komunikasi lebih baik mempergunakan pendekatan, apa yang disebut A-A Proceedure atau From Attention to Action Procedure yang di singkat AIDDA. Lengkapnya adalah sebagai berikut :
A Attention (Perhatian)
I Interest (Minat)
D Desire (Hasrat)
D Decision (keputusan)
A Action (Kegiatan)
Maknanya :
# Proses pentahapannya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention). Dalam hal ini pada diri seorang da'i harus menimbulkan daya tarik (source attactiveness).
# Sikap da'i berusaha menciptakan kesamaan atau menyamakan diri deengan mad'u sehingga menimbulkan simpati mad'u pada da'i.
# Dalam membangkitkan perhatian hindarkan kemunculan himbauan (appeal) yang negative sehingga menumbuhkan kegelisahan dan rasa takut.
# Apabila perhatian mad'u telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat (interest) yang merupakan derajat lebih tinggi dari perhatian.
# Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan mad'u.
# Hasrat saja pada diri mad'u belum berarti apa-apa, sebab harus dilanjutkan dengan keputusan (decission), yakni keputusan untuk melakukan kegiatan (action) sebagaimana diharapkan da'i.

D. STRATEGI DAKWAH
Dengan strategi dakwah seorang da'i harus berfikir secara konseptual dan bertindak secara sistematik. Sebab komunikasi tersebut bersifat paradigmatik.
Paradigma adalah pola yang mencakup sejumlah komponen yang terkorelasikan secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan.
Suatu paradigma mengandung tujuan. Dan tujuan pada paradigma tesebut , yakni "mengubah sika, opini atau pandangan dan perilaku". (to change the attitude, opinion and behavior), sehingga timbul pada diri mad'u efek afektif, efek kognitif, dan efek konatif atau behavioral.
1. Proses Dakwah
§ Dalam menyusun strategi dakwah harus menghayati proses komunikasi yang akan dilancarkan.
§ Proses dakwah harus berlangsung secara "berputar"(circular), tidak "melurus" (linear). Maksudnya, pesan yang sampai kepada mad'u efeknya dalam bentuk tanggapan mengarus menjadi umpan balik.
§ Mengevaluasi efek dari umpan balik terseut negative atau positif.
2. Da'i
§ Mendalami pengetahuan Alqur'an dan Hadits, pengetahuan huukum Islam lainnya. Sejarah nabi, ibadah, muamalah, akhlak, dan pengetahuan Islam lainnya.
§ Menggabungkan pengetahuan lama dan modern.
§ Menguasai bahasa setempat.
§ Mengetahui cara berdakwah, system pendidikan dan pengajaran, mengawasi dan mengarahkan.
§ Berakhlak mulia.
§ Para da'i harus bijaksana, dan berpenampilan yang baik.
§ Para da'i haus pandai memilih judul, dan menjauhkan yang membawa kepada keraguan.
§ Da'i adalah imam dan pemimpin.
3. Pesan Dakwah
§ Sistematis dan objektif.
§ Bahasanya ringan sesuai dengan situasi dan kondisi.
§ Tidak harus panjang lebar.
§ Pesan dakwah sesuai dengan Alqur'an dan Hadits.
§ Meyakinkan tidak meragukan.
§ Isinya menggambarkan tema pesan secara menyeluruh.
4. Media Dakwah
§ Radio
§ Mimbar
§ Televisi
§ Dan Publikasi lainnya
§ Film Teater
§ Majalah
§ Reklame
§ Surat Kabar
5. Mad'u
§ Komponen yang paling banyak meminta perhatian.
§ Sifatnya, heterogen dan kompleks.
§ Selektif dan kritis memperhatikan suatu pesan dakwah, khususnya jika berkaitan dengan kepentingannya

6. Efek Dakwah
§ Efek kognitif (cognitive effect), berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak memahami, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Contohnya; berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya.
§ Efek afektif, berkaitan dengan perasaan. Misalnya, perasaan marah, kecewa, kesal, gembira, benci dan masih banyak lagi.
§ Efek konatif (efek behavioral), bersangkutan deengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Efek konatif timbul setelah muncul efek kognitif dan afektif. Misalnya, seorang suami yang bertekad berkeluaga dengan dua anak saja merupakan efek konatif setelah ia menyaksikan fragmen acara televisi, betapa bahagianya beranak dua dan sebaliknya betapa repotnya beranak banyak.



Daftar Pustaka
v Hafidz, Abdullah Cholis, dkk. Dakwah Transformatif. Jakarta: PP LAKPESDAM NU. 2006.
v Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikas. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2003.
v Syihata, Abdullah. Dakwah Islamiyah. Jakarta: Depag. 1986.

Read More
Senin, 16 Januari 2012 0 komentar

Sumber-sumber Dakwah


Prinsip tauhid di dalam Islam, menegaskan bahwa semua yang ada berasal dan atas izin Allah SWT.  Dia-lah Allah SWT yang maha mengetahui segala sesuatu. Konsep kekuasaan-Nya juga meliputi pemeliharaan terhadap alam yang Dia ciptakan. Konsep yang mengatakan bahwa Allah SWT lah yang mengajarkan manusia disebutkan dalam Al-Quran.

وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (البقرة : 31)

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (البقرة : 239)

عَلَّمَ الْقُرْءَانَ (الرحمن : 2)

الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ . عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (العلق : 4-5)

Di dalam ayat lain 5:1-4 disebutkan bahwa “Dia  telah mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan mengajarinya penjelasan (bayan)

Wahyu, yang diterima oleh semua Nabi SAW berasal dari Allah SWT, merupakan sumber pengetahuan yang paling pasti. Namun, Al-Quran juga menunjukkan sumber-sumber pengetahuan lain disamping apa yang tertulis di dalamnya, yang dapat melengkapi kebenaran wahyu. Pada dasarnya sumber-sumber itu diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT, asal segala sesuatu. Namun, karena pengetahuan yang tidak diwahyukan tidak diberikan langsung oleh Allah SWT kepada manusia, dan karena keterbatasan metodologis dan aksiologis dari ilmu non-wahyu tersebut, maka ilmu-ilmu tersebut di dalam Islam memiliki kedudukan yang tidak sama dengan ilmu pengetahuan yang langsung diperoleh dari wahyu. Sehingga, di dalam Islam tidak ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epitemologis Islam, ilmu-ilmu tersebut tidak lain merupakan bayan atau penjelasan yang mengafirmasi wahyu, yang kebenarannya pasti. Di sinilah letak perbedaan epistemologi sekuler dengan epistemologi Islam.

Sumber-sumber pengetahuan lain selain yang diwahyukan langsung misalnya fenomena alam, psikologi manusia, dan sejarah. Al-Quran menggunakan istilah ayat (tanda) untuk menggambarkan sumber ilmu berupa fenomena alam dan psikologi (2:164, 42:53).

Untuk sumber ilmu berupa fenomena sejarah, Al-Quran menggunakan istilah ‘ibrah (pelajaran, petunjuk) yang darinya bisa diambil pelajaran moral (12:111).


Sebagai akibat wajar dari otoritas ketuhanannya, al-Quran, di samping menunjukkan sumber-sumber pengetahuan eksternal, ia sendiri merupakan sumber utama pengetahuan. Penunjukkannya terhadap fenomena alam, peristiwa sejarah, metafisis, sosiologis, alami dan eskatologis mesti benar, apakah secara literal atau metaforis. Kaum muslimin mengambil sistem dan subsistem pengetahuan dan kebudayaan dari al-Quran. Dokumen paling otentik tentang subyek ilmu pengetahuan (di mana al-quran sebagai katalisator) dapat ditemukan dalam al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran karya Badruddin al-Zarkasyi.

Di dalam Islam, pencarian pengetahuan oleh seseorang bukanlah sesuatu yang tidak mungkin, tetapi harus, dan dianggap sebagai kewajiban bagi semua Muslim yang bertanggung jawab. Kedudukan ini berbeda dengan sikap skeptis Yunani dan Sophis, yang menganggap pengetahuan hanya imajinasi kosong.

Dalam bahasa Arab, pengetahuan digambarkan dengan istilah al-ilm, al-ma’rifah dan al-syu’ur. Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang terpenting, karena ia merupakan salah satu sifat Allah SWT. Al-ilm berasal dari akar kata l-m dan diambil dari kata ‘alamah, yang berarti “tanda”, “simbol”, atau ”lambang”, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal. Tapi alamah juga berarti pengetahuan, lencana, karakteristik, petunjuk dan gejala.. Karenanya ma’lam (amak ma’alim) berarti petunjuk jalan, atau sesuatu yang menunjukkan dirinya atau dengan apa seseorang ditunjukkan. Hal yang sama juga pada kata alam berarti rambu jalan sebagai petunjuk. Di samping itu, bukan tanpa tujuan al-Quran menggunakan istilah ayat baik terhadap wahyu, maupun terhadap fenomena alam. Pengertian ayat (dan juga ilm, alam, dan ’alama) di dalam al-Quran tersebut yang menyebabkan Nabi SAW mengutuk orang-orang yang membaca ayat 3:190-195 yang secara jelas menggambarkan karakteristik orang-orang yang berfikir, mambaca, mengingat ayat-ayat Allah SWT di muka bumi tanpa mau merenungkan (makna)nya.


Sifat penting dari konsep pengetahuan dalam al-Quran adalah holistik dan utuh (berbeda dengan konsep sekuler tentang pengetahuan). Pembedaan ini sebagai bukti worldview tauhid dan monoteistik yang tak kenal kompromi. Dalam konteks ini berarti persoalan-persoalan epistemologis harus selalu dikaitkan dengan etika dan spiritualitas. (Dalam Islam) ruang lingkup persoalan epistemologis meluas, baik dari wilayah (yang disebut) bidang  keagamaan dengan wilayah-wilayah (yang disebut sekuler)., karena worlview Islam tidak mengakui adanya perbedaan mendasar antara wilayah-wilayah ini. Adanya pembedaan semacam itu akan memberi implikasi penolokan hikmah dan petunjuk Allah SWT, dan hanya memberi perhatian dalam wilayah tertentu saja. Wujud Allah SWT sebagai sumber semua pengetahuan, secara langsung meliputi kesatuan dan integralitas semua sumber dan tujuan epistemologis. Ini menjadi jelas  jika kita merenungkan  kembali istilah ayat yang menunjuk pada ayat-ayat al-Quran dan semua wujud di alam semesta.

Read More
0 komentar

METODE DAN STRATEGI DAKWAH DIERA MODERN



Lama sebelum lambang-lambang tulisan digunakan, orang sudah menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahkan setelah tulisan ditemukan. Bicara mempunyai banyak kelebihan, di antaranya lebih personal dan manusiawi, maka tidak heran jika seseorang yang mempunyai kemampuan bicara yang baik akan mendapatkan perhatian lebih dari orang lain. Dilihat dari sejarahnya, memang manusia bertukar informasi melalui bahasa. Maka bahasa dapat disebut sebagai teknologi. Bahasa memungkinkan seseorang memahami informasi yang disampaikan oleh orang lain. Tetapi bahasa yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya bertahan sebentar saja, yaitu saat si pengirim menyampaikan informasi melalui ucapannya. Setelah ucapan itu selesai maka informasi berada ditangan si penerima. Selain itu jangkauan suara juga terbatas. Sampai jarak tertentu meskipun masih terdengar informasi yang disampaikan lewat bahasa suara akan terdegradasi bahkan hilang sama sekali.
Setelah itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar. Dengan gambar jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-bawa dan disampaikan kepada orang lain. Selain itu informasi yang ada bertahan lebih lama. Beberapa gambar peninggalan jaman purba pun masih ada sampai sekarang, sehingga manusia sekarang dapat (mencoba) memahami informasi yang ingin disampaikan pembuatnya.
Adanya alfabet dan angka arabik memudahkan penyampaian informasi dari yang sebelumnya satu gambar mewakili suatu peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet, atau penulisan angka yang tadinya dengan simbol MCMXLIII diganti dengan 1943. Teknologi ini pun memudahkan penulisan informasi.
Teknologi percetakan memungkinkan pembuatan pintu informasi lebih cepat lagi. Teknologi elektronik seperti radio, tv, komputer bahkan membuat informasi menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan lebih lama tersimpan. Adanya perkembangan teknlogi informasi menyebabkan adanya “virus” globalisasi, saat ini nilai ruang waktu bisa digantikan.
Uraian sistematis tentang retorika pertama kali diletakkan oleh orang Syracuse, sebuah koloni Yunani di Pulau Sicilia. Bertahun-tahun koloni itu diperintah para Tiran, yang di mana dan zaman apapun senang menggusur tanah rakyat.
Disinilah kemusykilan terjadi. Untuk mengambil haknya, pemilik tanah harus sanggup meyakinkan dewan juri di pengadilan. Waktu itu tidak ada pengacara dan sertifikat tanah, maka orang harus meyakinkan mahkamah dengan cara berbicara dengan metode yang benar.
Untuk membantu orang memenangkan haknya di pengadilan, Corax menulis makalah retorika, yang diberi nama Techne Logon (Seni Kata-kata). Walaupun makalah ini sudah tidak ada, dari para penulis sezaman, dapat diketahui bahwa dalam makalah itu ia berbicara tentang “teknik kemungkinan.”
Di samping teknik kemungkinan, Corax meletakkan dasar-dasar organisasi pesan . Dan ia membagi pidato pada lima bagian: pembukaan, uraian, argumen, penjelasan tambahan, dan kesimpulan. Dan dari sinilah, para ahli retorika kelak mengembangkan organisasi pidato.
Seiring dengan berkembangnya zaman, globalisasi sebagai fenomena terbuka luasnya ruang dan waktu bukan hanya sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditampik, melainkan juga menguntungkan bagi interaksi peradaban seluruh umat manusia. Kemunculannya dengan kemajuan peradaban manusia menjadikan globalisasi sebagai sebuah ideologi bagi masyarakat masa kini yang juga disebut sebagai masyarakat informasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Memahami ilmu dakwah berarti memahami pula unsur-unsur pokok dakwah dan berbagai macam lika-liku perjalanan metode dan pendekatan dakwah. Hal ini harus sangat dipahami oleh seorang da’i yang menjadi juru dakwah. Dalam hal ini sering dikatakan bahwa berdakwah menjadi kewajiban setiap muslim yang akil baligh. Tetapi bagi mereka yang dengan tambahan syarat tertentu dan memiliki kemampuan profesional untuk berdakwah, merupakan kewajiban kolektif (fardhu kifayah) dalam melaksanakan dakwah.
Seperti diketahui unsur pokok dakwah itu ada lima pilar utama, yaitu da’i (juru dakwah), mad’u (masyarakat yang menjadi sasaran dakwah), maudhu’ (materi dakwah), thariqah (metode dakwah), dan wasilah (media dakwah).
Tujuan umum dakwah adalah mengajak umat manusia kepada jalan yang benar agar dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Masyarakat Informasi
Pada awal abad ke-21, kaum terpelajar Indonesia banyak yang bergabung dengan organisasi-organisasi keislaman, seperti HMI, PII, PMII, KAMMI, ICMI, dan sebagainya. Bahkan partai-partai berbau keislaman banyak menghimpun intelektual-intelektual terpandang. Namun, karena orientasi pergerakan mereka lebih menyantuni kepentingan elite perkotaan, organisasi-organisasi pergerakan Islam itu pun kehilangan keterpautannya dengan akarnya. Secara keseluruhan, basis massa pergerakan dan kepartaian berbau Islam tampak goyah seiring dengan banyak munculnya persaingan dalam dunia perpolitikan.
Tiap zaman memiliki tantangannya sendiri-sendiri. Setiap zaman kader-kader pergerakan Islam dituntut untuk membaca tanda-tanda sejarah, untuk bisa merespon keadaan secara tepat. Tradisi harus disegarkan dengan inovasi. Rutinitas harus diberdayakan dengan kreativitas. Di awal abad yang lalu, meskipun generasi pertama inteligensia Muslim yang dijurubicarai oleh Agus Salim dan Tjokroaminoto memperoleh pengikut yang luas, posisi mereka dalam kepemimpinan nasional rapuh, seiring dengan melemahnya basis ekonomi santri dan menguatnya elit pengetahuan baru yang tercerabut dari komunitas kesantrian.
Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan industialisasi, organisasi Islam perlu membenahi diri. Pembenahan diri ini meliputi modernisasi sistem organisasi, strategi dan metode kerja untuk dapat berhasil memenuhi tuntutan masyarakat modern. Dalam rangka itu, semua ormas Islam ataupun organisasi dakwah Islam dituntut mampu menawarkan pemahaman Islam yang modern.
Islam sebagai agama yang bersifat universal, meniscayakan adanya pemahaman selalu baru untuk menyikapi perkembangan kehidupan manusia yang selalu berubah. Islam yang universal, yang dalam arti cocok untuk segala ruang dan waktu, menuntut aktualisasi nilai-nilai Islam dalam konteks dinamika kebudayaan. Kontekstualisasi ini tidak lain dari upaya menemukan titik temu antara hakikat Islam dan semangat zaman.
Disamping dengan melakukan modernisasi ide menghadapi tantangan globalisasi dan industrialisasi, juga dilakukan dengan modernisasi kelembagaan. Organisasi-organisasi Islam dituntut untuk mengembangkan profesionalitas, yaitu kemampuan untuk berbuat mengikuti proses manajemen yang mengandung tiga kegiatan utama: perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.
Dalam hal perkembangan zaman, informasi telekomunikasi dan informatika memegang peranan penting sebagai teknologi kunci (enabler-technology). Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang begitu pesat memungkinkan lahirnya metode-metode baru yang diterapkan secara lebih efisien.
Dalam era informasi, jarak fisik atau jarak geografis tidak lagi menjadi faktor yang sulit. Dalam menjalin hubungan atau konektivitas antar manusia atau lembaga, dunia ini telah menjadi suatu kesatuan yang sering disebut dengan “Global Village”. Dan awal mula masyarakat informasi terbentuk yaitu melalui proses transisi dari masyarakat sebelumnya seperti masyarakat pra pertanian, masyarakat pertanian dan masyarakat industri, yang dipercepat dengan terjadinya perubahan teknologi komunikasi.
Pada akhir tahun 1900-an, pekerja di bidang informasi atau media hanya berjumlah sekitar 10 persen. Pada akhir masyarakat industri yang merupakan awal era informasi di sekitar tahun 1950-an, pekerja di bidang media / informasi telah mencapai 30 persen dari berbagai jenis pekerjaan. Dan pada akhir tahun 1950-an, yang dimana mulai berkembang teknologi komunikasi bersamaan dengan berkembangnya teknologi komputer yang membuat para pekerja yang bergerak di bidang media dan informasi jumlahnya menjadi bertambah sekitar separuh dari jumlah jenis pekerjaan yang ada saat itu dan mulai pesat pada akhir tahun 1960-an.
Perlunya koordinasi dan kerja sama antara lembaga penelitian yang berkompeten dengan telekomunikasi, seperti Lapan, LIPI, BPPT, LEN, dan yang lainnya, ataupun perguruan tinggi teknik yang tersebar di negeri ini. Diharapkan, mereka bisa bekerja sama membantu pemerintah untuk menyiapkan dan mewujudkan masyarakat informasi pada tahun 2015. Sudah seharusnya hasil riset yang telah dilakukan dengan biaya yang tidak kecil bisa memberikan sumbangsih kepada masyarakat untuk menyongsong terwujudnya masyarakat informasi. Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang melek teknologi informasi perlu ada gerakan melek teknologi informasi yang tidak hanya berlaku bagi masyarakat kota, namun juga masyarakat pedesaan. Hasil survei yang dilakukan Lapan pada tahun 2003, ternyata masih banyak operator komunikasi radio di pemerintah kabupaten (subbagian sandi dan telekomunikasi) yang berada di luar Jawa yang masih memerlukan peningkatan kemampuan.
Dengan semakin berkembangnya Information and Communication Technology (ICT) pada Masyarakat Informasi, maka berkembang pula proses – proses komunikasi. Komunikasi interpersonal kemudian seolah – olah menjadi tidak berjarak dan dapat dilaksanakan serentak dengan lebih dari dua orang. Jarak pun dalam hal cara berkomunikasi tidak lagi menjadi kendala yang memberatkan. Dalam waktu yang relatif singkat orang yang berkomunikasi akan segera diperkaya informasinya, sehingga mempunyai kemungkinan merubah pandangan – pandangannya dalam waktu yang relatif singkat pula.
HASIL survei International Telecommunication Union (ITU) menunjukkan, pertumbuhan sektor telekomunikasi sebesar 1 persen akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi sebesar 3 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi dapat dipacu dengan meningkatkan pembangunan dan pengembangan sektor tersebut. Oleh karena itu, ditargetkan pada tahun 2014 seluruh desa, perguruan tinggi, akademi, SD dan SMP, perpustakaan, pusat kebudayaan, museum, kantor pos, pusat kesehatan, dan rumah sakit telah terhubung dengan teknologi komunikasi, seperti harapan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi (Kompas, 20/12/2003).
Target tadi sejalan dengan hasil pertemuan masyarakat informasi dunia di Geneva akhir tahun 2003 dan Pemerintah Indonesia terikat komitmen untuk menata teknologi komunikasi serta rencana aksi mewujudkan masyarakat informasi (information society) pada tahun 2015 (Kompas, 10/1). Namun, seperti diungkapkan Menneg Komunikasi dan Informasi, melihat kondisi kita saat ini, tak hanya kerja keras yang diperlukan, namun kerja luar biasa. Jaringan teknologi komunikasi yang belum memadai, masih sedikitnya sumber daya manusia yang melek teknologi informasi, dan belum adanya cyber law harus dicarikan solusinya.
Bidang ilmu dan lapangan kerja di bidang komunikasi pun lalu semakin berkembang. Berbagai perkembangan kondisi yang diungkap diatas, berdampak pula bagi pola aktivitas komunikasi yang diistilahkan sebagai berkembangnya pola dan fungsi serta manfaat interaktivitas atau interactivity dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, termasuk ekonomi, keuangan dan bidang politik.
Dunia global telah merangsang perkembangan di berbagai aspek kehidupan. Objek dan tantangan dakwah pun semakin komplek. Para penggiat dakwah dituntut untuk mengimbangi kecerdasan objek dan tantangan dakwah tersebut. Momen Maulid Nabi Muhammad Saw dapat menjadi historic research (penyelidikan sejarah) bagi kaum Muslim, sehingga dapat meneledani strategi dakwahnya.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzab [33]: 21).
Setiap tanggal 12 Rabiul Awal, umat Islam hampir di seluruh dunia, khususnya di Indonesia memperingati hari lahir Muhammad Saw. Peringatan tak lain bertujuan untuk mengingat kembali jejak kehidupan dan perjuangan Rasulullah Saw sejak lahir hingga Islam menyebar ke seluruh dunia. Sikap dan tindakan Rasulullah Saw ketika berinteraksi dan berjuang menyampaikan risalah Islam selalu menjadi bahan renungan dan teladan umat manusia dewasa ini. Karena keluhuran budi pekertinya, tak heran bila Rasulullah Saw menjadi sosok yang disegani, baik oleh kawan maupun lawan.
Ceramah-ceramah para dai dalam setiap momentum Maulid Nabi Muhammad SAW pun tak lepas dari ulasan-ulasan mengenai keluhuran budi pekerti beliau. Keluhuran budi itu pula yang selalu ditekankan, baik kepada kawan maupun lawan. Rujukan utama moral tiada lain adalah Rasulullah SAW yang telah menunjukkan sikap bijak dan berwibawa dalam setiap masalah yang dihadapi masyarakat saat itu. Meneladani akhlak Nabi adalah suatu keniscayaan.
Rasulullah SAW adalah figur teladan abadi sepanjang zaman. Kewibawaan dan sikap-sikap pribadinya telah dicatat dalam berbagai buku sejarah kehidupan beliau (sirah nabawiyah).
Karena kekaguman dan kehebatannya tersebut, Michael Hart, guru besar astronomi dan fisika perguruan tinggi di Maryland, AS dalam bukunya 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, menempatkan Nabi Muhammad SAW pada urutan pertama. Ini adalah bentuk obyektif tentang Nabi Muhammad SAW. Keluhuran budi pekerti beliau, terutama ketika berhadapan dengan Sumamah, seorang pembesar kharismatik Kabilah Hunaifiyah yang paling memusuhi Islam.
Derasnya arus informasi menuntut kita lebih giat menyuarakan kebenaran dan waspada atas berbagai efek negatif era global. Maraknya gerakan radikalisme agama merupakan salah satu dampak negatif globalisasi yang kini menjadi tantangan terberat dakwah Islam. Hampir-hampir umat Islam digiring untuk membenci kelompok non-Islam dan diprovokasi untuk berkonflik dengan aliran-aliran yang berbeda dengan arus utama. Jika fenomena ini dibiarkan, maka umat akan tercabik-cabik karena kebencian dan permusuhan.
Sikap Rasulullah Saw memperlakukan musuh harus kita jadikan rujukan dalam dakwah era global yang semakin banyak tantangan. Demi integrasi dan keutuhan umat Islam dan umat beragama lain, dakwah persuasif yang mendahulukan keluhuran budi pekerti mesti kita tonjolkan. Jangan sampai umat terkoyak-koyak dengan berbagai hasutan yang mengarah pada kebencian dan permusuhan. Apa jadinya bangsa ini jika umat beragama hidup dalam ketidakharmonisan.
Oleh karena itu, momentum Maulid Nabi Muhammad Saw dan keluhuran akhlak beliau dalam berinteraksi dengan kawan dan lawannya harus menjadi rujukan dakwah. Dengan semangat itu, kita berharap dapat menebar dakwah Islam dengan penuh kedamaian, sehingga dapat menopang toleransi beragama. Keluhuran akhlak Rasulullah Saw. itu kini mesti tercermin dalam sikap para pendakwah agar Islam menjadi rahmat semesta alam. Untuk kesuksesan dakwah Islam terutama di Barat, sangat dibutuhkan adanya organisasi dakwah Islamiyah skala internasional yang mampu membentuk dan membina da’i-da’i modern yang handal yang mampu melaksanakan dakwahnya di era globalisasi ini.
“Fenomena para da’i di dunia Islam saat ini merupakan fenomena yang menggembirakan dan layak mendapatkan dukungan serta apresiasi,” demikian salah satu pernyataan Dr. Lena Larsen, guru besar Studi Islam di Universitas Oslo. Menurut mantan Ketua Majlis Islami Norwegia ini, para da’i tersebut di samping mempunyai bakat dakwah yang cukup baik, mereka juga mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang. Namun, tambah Larsen, untuk kesuksesan dakwah Islam terutama di Barat, sangat dibutuhkan adanya organisasi dakwah Islamiyah skala internasional yang mampu membentuk dan membina da’i-da’i modern yang handal yang mampu melaksanakan dakwahnya di era globalisasi, sehingga dapat merangkul mad’u dari berbagai kalangan.
Secara umum, Barat mensucikan kebebasan, ini satu sisi. Dari sisi yang lain, di Barat tidak mengenal norma-norma susila, bahkan di Kristen kita juga melihat mereka melecehkan Isa AlMasih, Jadi norma-norma susila dan etika bagi orang barat adalah sesuatu yang remeh. Dan untuk mengahadapi hinaan dan pelecehan kita harus menggunakan dialog yang sehat. Jadi, dunia Islam dituntut untuk melakukan dialog dengan Barat. Kita juga dituntut untuk memberikan informasi yang benar tentang Islam dan menjelaskan hal-hal yang selama ini dianggap ancaman bagi mereka, seperti masalah terorisme dan lainya. Sayangnya, banyak orang menyakini bahwa Islam mengajak umatnya kepada radikalisme dan terorisme dan membenci orang-orang di luar Islam serta budaya mereka. Karena itulah respons mereka terhadap Islam adalah kebencian dan ketakutan. Jadi, yang paling penting adalah agar umat Islam mampu memberikan penjelasan yang benar tentang syariat Islam dan terorisme dalam bingkai dialog yang sehat.
Dalam menyampaikan ajarannya, seorang da’i tidak akan lepas dari sarana atau media. Untuk dapat mencapai tujuan yang tepat dan mendapatkan kebehasilan, maka seorang da’i harus pandai dalam memilih media dakwah. Masyarakat masa kini adalah masyarakat plural yang berkembang dengan berbagai kebutuhan yang praktis, sehingga kecanggihan teknologi mau tidak mau akan menghadapi dan menjadi idaman dalam kehidupan masyarakat. Kecanggihan teknologi telah membuka sekat dan menghilangkan batas ruang dan waktu, sehingga memilih dan menggunakan media dakwah yang tepat sudah merupakan keharusan dan tuntutan zaman. Dengan demikian, media dakwah merupakan wasilah bagi keberhasilan dakwah yang dilakukan.
Pendakwah di zaman ini tidak lagi mapan dengan hanya kebolehan berpidato atau berceramah. Tetapi pendakwah zaman ini adalah penyelidik dan penggerak kepada penyelesaian masalah semasa secara praktis. Ia memerlukan kemahiran dan kebijaksanaan sebagai pendakwah dan sekaligus penyumbang kepada pembinaan tamadun yang dibentuk berasaskan acuan Islam. Artinya dalam posisi ini mempunyai kesadaran dan telah menempatkan pada posisi startegis dengan menghadirkan dan mengikutsertakan teknologi informasi sebagai mitranya dalam dakwah amar ma’ruf nahiy munkar.
Bill Gates yang seorang pendiri perusahaan software terbesar didunia yaitu Microsoft dalam kunjungannya ke Indonesia belum lama lalu mengatakan bahwa dunia akan memasuki era baru dalam teknologi digital, dia menyebutnya “Second Digital Decade”, dimana dalam dekade ini nanti, teknologi digital akan berada di setiap kamar, di setiap rumah, dan di seluruh negara, mulai dari layar sampai ke proyektor dinding dan bahkan sudah terintegrasi dengan meja diruang tamu. Nanti seluruh peralatan digital tersebut akan lebih mudah digunakan, karena akan menggunakan suara dan gerakan tubuh dibandingkan harus menggunakan mouse atau keyboard lagi. Salah satu fokus utama dalam dekade tersebut adalah menghubungkan manusia melalui internet dan seluruh aplikasi perangkat lunak dan keras nanti yang akan terhubung langsung ke Internet.
Dalam dunia telekomunikasi pun sama, saat ini sedang dirancang sebuah protokol / standar telekomunikasi baru yang disebut LTE (Long Term Evolution) dimana jalur data komunikasi semakin cepat, lebih luas cakupannya, lebih besar kapasitasnya dan lebih reliable. Dengan teknologi LTE ini maka semakin mendukung terciptanya sebuah dunia tanpa batas, di mana orang yang berbeda negara dapat saling terhubung menggunakan internet dan bisa berkomunikasi secara audio visual tanpa ada halangan dan gangguan yang begitu berarti.
Mengetahui hal ini semua, umat Islam sudah seharusnya memperbaharui tema-tema dakwahnya sekaligus cara berdakwahnya. Metode-metode klasik dalam berdakwah memang tidak perlu kita hilangkan namun alangkah baiknya dikembangkan. Disaat umat lain telah berupaya menyebarkan ajaran dan pandangannya menggunakan iklan-iklan di televisi, di komunitas maya menggunakan email, mailing list, forum diskusi, internet messenger, sampai yang ter-update saat ini (Facebook), apakah kita akan diam saja dan hanya menjadi pengagum dan penonton mereka?
Dakwah dalam Islam berarti mengajak seseorang atau kelompok dari tidak tahu Islam menjadi tahu, dari yang anti Islam menjadi pendukung Islam, dari yang bukan muslim menjadi seorang muslim. Dan cara kita berdakwah juga telah diajarkan yaitu menggunakan hikmah dan kata-kata yang baik, sedangkan tekniknya kita sesuaikan. Dengan mengambil konsep dakwah yang telah digariskan Rasulullah sekaligus nilai-nilai positif dari perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi maka dari sinilah tercetus kata-kata e-dakwah.
E-dakwah memiliki konsep dan hubungan yang tidak jauh dengan kata-kata e-mail, e-learning, e-government, e-commerce dan sejenisnya. Kalau email adalah metoda simpan dan teruskan dari pembuatan, pengiriman, penerimaan dan penyimpanan pesan menggunakan sistem komunikasi elektronik jaringan atau internet (wikipedia). E-government adalah penggunakan teknologi internet sebagai sebuah landasan dalam pertukaran data, penyediaan layanan dan transaksi kepada warga negara, pebisnis atau tangan pemerintah yang lain (wikipedia). Dan hampir e-e yang lainnya pun tidak beda jauh, yaitu mereka menggunakan media internet sebagai infrastrukturnya. E disini bisa berarti melibatkan cara, range / jarak / geografical position, sebuah system atau proses dan infrastruktur. Maka e-dakwah pun kurang lebih adalah proses pengajaran, pembelajaran, penyampaian sesuatu informasi / pesan berkaitan dengan dunia Islam dengan harapan orang yang diberikan informasi tersebut menjadi tertarik bahkan bisa bergabung kedalam barisan kaum muslimin. Oleh karena itu informasi yang akan disampaikan dalam e-dakwah ini harus bersifat valid, terpercaya, bukan sebuah fitnah, bersifat konstruktif, membuka dan memperdalam wawasan, terbuka untuk didiskusikan dan tidak mengandung unsur-unsur lain yang dapat merusak makna dakwah itu sendiri.
E-dakwah ini sendiri akan terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu, teknologi dan pengetahuan manusia, seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan dakwah Islam kepada manusia, seiring dengan pertumbuhan manusia itu yang semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhan Islam itu sendiri. Dan tergantung sejauh mana generasi penerus dapat memanfaatkannya secara optimal sesuai dengan kebutuhan

Read More
Selasa, 03 Januari 2012 0 komentar

Dakwah Rasulullah SAW

Dakwah Rasulullah SAW di medan perang
Ada banyak riwayat yang mengatakan, bahwa Rasulullah SAW tidak akan memulai peperangan, kecuali sesudah menyeru terlebih dahulu untuk memeluk Islam.
(Nashbur-Raayah 2:278; Majma'uz-Zawa'id 5:304; Kanzul Ummal 2:298).

Ibnu Mandah dan Ibnu Asakir telah memberitakan dari Abdul Rahman bin A'idz ra. katanya: Apabila Rasulullah SAW mengutus pasukannya ke medan perang, terlebih dahulu Beliau berpesan kepada mereka, katanya: Berlembutlah kepada manusia, dan jangan memulai sesuatu tindakan, sebelum kamu mengajak mereka kepada agama Allah. Sesungguhnya tiada penghuni rumah, atau penduduk kampung, yang dapat kamu membawa mereka kepadaku dalam keadaan memeluk Islam, itu adalah lebih baik kepadaku dari kamu membawa kepadaku wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka yang kamu tawan, padahal kamu telah membunuh semua lelaki-lelaki mereka.
(Al-Ishabah 3:152; Musnad Termidzi 1:195)

Pesan Rasulullah SAW kepada Pasukan Jihad
Riwayat dari Buraidah ra. katanya: Apabila Rasulullah SAW mengutus satu pasukan, atau pasukan untuk berperang, ia berpesan kepada ketua atau panglimanya supaya senantiasa bertaqwa kepada Allah, khususnya pada diri mereka dan juga pada semua kaum Muslimin, kata Beliau: "Jika kamu bertemu dengan musuh kamu dari kaum musyrikin, ajaklah mereka kepada satu dari tiga perkara, dan kiranya mereka menerima apa saja dari antara tiga perkara itu, hendaklah kamu menerimanya dan berhentikan menyerang mereka":

  1. Ajak mereka untuk memeluk Islam, jika mereka menerimanya, biarlah mereka memeluk Islam, dan berhenti menyerang mereka.
  2. Ajaklah mereka untuk berpindah dari negeri mereka ke negeri orang yang berhijrah (yakni negeri Islam), dan beritahu mereka jika mereka setuju, akan diberi hak seperti yang diberikan kepada kaum yang berhijrah, dan menanggung hak seperti yang ditanggung oleh mereka. jika mereka enggan berpindah, dan ingin rnenetap di negeri mereka, maka beritahu mereka bahwa mereka harus bersikap seperti kaum badui Arab yang telah memeluk Islam, berlaku ke atas mereka semua hukum-hukum Allah yang dilaksanakan ke atas kaum yang beriman, dan bahwa mereka tidak berhak untuk menerima jizyah dan harta rampasan perang, kecuali jika mereka turut berjihad dengan kaum Muslimin.
  3. Jika mereka enggan juga semua tawaran itu, maka berundinglah dengan mereka supaya mereka membayar jizyah (pajak), jika mereka terima, hendaklah disetujui dan hentikan serangan kepada mereka. Tetapi, jika mereka enggan dan menolak juga, maka mintalah bantuan kepada Allah dan perangilah mereka itu. Kemudian, apabila kamu mengepung penduduk yang berlindung di dalam bentengnya, lalu mereka memohon supaya kamu memberikan keputusan kepada mereka dengan hukuman Allah, maka janganlah kamu menuruti permohonan mereka itu, kerana kalian tidak mengetahui apa yang akan diputuskan Allah kepada mereka. Akan tetapi putuskanlah menurut kebijaksanaan kamu, dan tetapkanlah ke atas mereka sesudah itu apa yang dipandang wajar!
(Muslim 2:82; Abu Daud, hal. 358; Ibnu Majah, hal. 210, dan Baihaqi 9:184)
Ada beberapa riwayat yang memberitakan dari Saiyidina Ali bin Abu Thalib ra. bahwa Rasulullah SAW pernah mengutusnya ke medan perang, dan setelah pasukannya berangkat, Beliau lalu menyuruh orang mengejar pasukan itu supaya menyampaikan pesan Rasulullah SAW yang berbunyi: jangan kamu memerangi musuh kamu sebelum kamu menyeru mereka kepada agama Islam terlebih dahulu.

Dalam pembicaraan yang disampaikan oleh Sahel bin Sa'ad ra. yang dinukil oleh Bukhari dan lainnya, bahwa Rasulullah SAW berkata kepada Ali ra. pada peperangan Khaibar: Berangkatlah dengan segera, hingga engkau tiba di medan perang mereka, kemudian serulah mereka kepada Islam, dan beritahu mereka apa yang diwajibkan Allah dari hal hak-haknya. Demi Allah, seandainya Allah berikan petunjuknya kepada seorang saja di antara mereka di tanganmu, itu adalah lebih baik dari engkau memiliki unta-unta merah!

Ibnu Sa'ad telah meriwayatkan dari Farwah bin Missik Al-Qathi'i ra. berkata: Sekali peristiwa aku datang kepada Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah! Boleh atau tidakkah aku memerangi kaumku yang enggan memeluk Islam dengan mereka yang telah memeluk Islam", tanya Farwah. "Ya, boleh!" jawab Rasulullah SAW "Tapi, wahai Rasulullah!" tambahku, "mereka itu dari keturunan Saba', mereka terkenal kuat dan berani mati!" aku cuba menerangkan situasi yang sebenarnya. "Ya, boleh dan aku benarkan kamu memerangi mereka itu, walaupun mereka Saba' sekalipun!" Rasulullah SAW mengizinkanku untuk meneruskan cita-citaku itu. Berkata Farwah: Aku pun meninggalkan majlis Rasulullah SAW itu kembali ke rumah untuk membuat persiapan. Rupanya waktu itu, telah turun firman Allah ta'ala yang menjelaskan lagi tentang permasalaan Saba' tadi. Lalu Beliau menyuruh mencariku dengan mengutus orang untuk memanggilku. Malangnya aku juga sudah berangkat. Maka utusan itu pun mengejarku dan mengajakku kembali untuk menemui Rasulullah SAW. Apabila aku memasuki majelisnya, aku dapati Beliau sedang duduk dan dikelilingi oleh beberapa orang sahabatnya, lalu Beliau berkata: "Wahai Farwah! Mulaikanlah dengan menyeru mereka kepada Islam terlebih dahulu, siapa yang setuju terimalah darinya. Dan siapa yang enggan, jangan engkau lakukan apa-apa terhadapnya, sehingga datang perintah Allah kepadaku!". "Ya Rasulullah! Apa itu Saba'?" terdengar seorang sahabat bertanya, "apakah dia mengenai tanah Saba' ataupun puterinya?". "Bukan", jawab Rasulullah SAW. "Dia bukan tanahnya atau puetrinya. Tetapi dia seorang lelaki Arab yang beranak sepuluh. Enam dari padanya berpindah ke Yaman, dan empat yang lain berpindah ke Syam". Rasulullah SAW menjelaskan hakikat Saba' itu. Kemudian Beliau menyambung pula: "Adapun yang pergi ke Syam, yaitu: Lakham, Judzam, Chassan dan Amilah", Beliau berhenti sebentar, kemudian menyambung lagi, "adapun yang ke Yaman, maka mereka itu: Azd, Kindah, Himyar, Asyfariyun, Anmar dan Mudzhij". Terdengar pula suatu pertanyaan lagi meminta penerangan, Siapakah Anmar itu?". "Dia itulah yang dari keturunan Khats'am dan Bujailah", jelas Rasulullah SAW, lagi.
(Thabaqat Ibnu Sa'ad 2:154, dan Kanzul Ummal 1:260)

Dalam versi Ahmad dan Abd bin Humaid yang diriwayatkannya dari Farwah juga, bahwa dia berkata: Aku telah mendatangi Rasulullah SAW meminta izinnya untuk memerangi orang yang tidak mau memeluk Islam, kataku: "Bolehkah aku memerangi orang yang enggan memeluknya dengan mereka yang telah memeluk Islam dari kaumku?". "Ya, boleh", jawab Rasulullah SAW. "Engkau boleh memerangi orang yang enggan memeluk Islam itu dengan siapa yang telah memeluk Islam dari kaummu". Setelah aku pergi, Beliau lalu memanggilku kembali, seraya berkata: "Jangan engkau memerangi mereka, sehingga engkau menyeru mereka kepada Islam terlebih dahulu". Tiba-tiba terdengar suara orang bertanya kepada Beliau, katanya: "Wahai Rasulullah! Saba' itu, apakah lembah, atau bukit, ataupun apakah dia sebenarnya?". "Bukan semua itu", jawab Rasulullah SAW, "tetapi dia adalah seorang Arab yang beranak sepuluh orang anak...". Dan seterusnya sehingga akhir penerangan Rasulullah SAW seperti yang disebutkan di atas tadi
(Tafsir Ibnu Katsir 3:531)

Thabarani meriwayatkan dari Khalid bin Said ra. katanya: Rasulullah SAW pernah mengutusku ke negeri Yaman, seraya berpesan: Siapa yang engkau temui dari kaum Arab, lalu terdengar darinya suara azan, janganlah engkau mengganggunya. Dan siapa yang mendatangi suara azan, ajaklah mereka kepada Islam.
(Majma'uz-Zawa'id 5:307)

Read More
0 komentar

Pentingnya Komunikasi Dakwah yang Menyejukkan




Jalan dakwah yang telah dicontohkan Rasulullah SAW selama ini adalah dakwah yang mengedepankan keteladanan dan nasihat yang baik. Dakwah yang dikedepankan dalam ajaran Islam adalah dakwah yang menyejukkan hati setiap orang. Poin penting yang juga dijalani Rasulullah dalam berdakwah adalah mengedepankan empati.
Konteks penyampaian ayat-ayat Allah SWT berangkat dari persoalan yang dihadapi masyarakat. Rasul juga selalu mampu merasakan persoalan yang dihadapi umatnya. Perasaan empati ini akan membuat dakwah menjadi lebih mengena. Rasa empati juga akan membuat juru dakwah bisa memahami situasi yang sedang dihadapi objek dakwahnya.
”Pemahaman seperti ini sangatlah penting, supaya materi dakwah yang disampaikan bisa benar-benar menjawab persoalan yang tengah dihadapi publik. Kesalahan dalam memahami situasi dan perasaan audiens bisa membuat dakwah seseorang mengundang resistensi, ” ujar Husain Matla penulis buku ‘Dakwah dengan Cinta’.
Menurut Husain, ada dakwah yang disampaikan dengan lisan, ada pula dakwah yang berlangsung dengan perbuatan. Dakwah dengan lisan tak harus dimaknai sebagai ceramah yang melibatkan massa dalam jumlah banyak. Husain menambahkan, perbincangan seseorang dengan orang lain juga bisa menjadi bagian dari dakwah.
Orang yang menyampaikan dakwah, kata dia, bisa diibaratkan sebagai orang dewasa. ”Yang mendasar dari model ini adalah bahwa orang dewasa selalu menjadikan kasih sayang sebagai dorongan utama dalam berkomunikasi dengan anak-anak. Komunikasi yang dilandasi kasih sayang, akan jauh dari amarah, egoisme, maupun pemaksaan,” jelasnya.
Lebih jauh Husain menyatakan, seorang juru dakwah tidak boleh merasa lebih pandai dari orang yang menerima dakwah. Perasaan bahwa dirinya lebih pandai dibanding orang yang menerima dakwah, lanjut dia, akan membuat juru dakwah menjadi cenderung memaksakan kehendak dan tidak mengundang simpati. ”Sebaliknya, nihilnya beban intelektual akan membuat seorang juru dakwah menjadi lebih rendah hati dan bersikap terbuka menerima masukan dari orang lain,” cetusnya.
Kendati tidak boleh merasa cerdas, kata Husain, seorang juru dakwah tetap dituntut untuk menyusun argumentasi yang runut dan cerdas. Hal ini akan sangat membantu audiens dalam memahami dan mencerna materi dakwah yang diterimanya. ”Argumentasi yang cerdas juga akan membuat kebenaran yang disampaikan menjadi lebih meyakinkan,” jaminnya.
Sekretaris Yayasan Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jakarta, Sulthon Dja’far, mengungkapkan, dakwah harus tampil dengan wajah sejuk dan damai melalui penekanan peningkatan kualitas akhlak mulia yang termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari. ”Secara esensial, memang dakwah muncul dengan pendekatan mengajak, bukan menghakimi, apalagi bernuansa provokasi,” jelasnya.
Sulthon menambahkan, para juru dakwah harus mampu mengemas ajaran Islam secara sistemik sebagai sebuah materi dakwah. Pemahaman sistematik ini, lanjut dia, dapat dibangun melalui penghayatan dan pemahaman ajaran Islam secara holistik dan komprehensif dari berbagai aspek ajaran Islam yang mencakup aspek akidah, aspek ibadah, aspek akhlak dan aspek muamalah.
Pada bagian lain mantan Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia KH A Kholil Ridwan mengingatkan, seorang ulama atau juru dakwah yang terjun ke dunia politik haruslah meniatkan langkahnya itu demi lancarnya dakwah Islam dan terjaminnya pelaksanaan syariat Islam di negeri ini. ”Karena itu seyogyanya kalangan ulama bersatu dan bersama-sama menghadapi tokoh-tokoh politik yang tidak mengemban misi dakwah Islam,” cetusnya.
Menurut Kholil, seorang ulama yang berpolitik pada hakikatnya adalah melaksanakan sunah Rasulullah. Hanya saja dalam melaksanakan politiknya berpedoman dan berpegang pada ajaran dan contoh-contoh yang dilakukan oleh Rasulullah. Misalnya, Rasulullah berangkat dari penegakkan akidah, baru kemudian Rasulullah berhijrah untuk menghimpun kekuatan dan akhirnya untuk memperoleh kekuasaan.
Akhirnya Rasulullah berhasil menaklukkan musuh-musuh Islam. Umat Islam bisa leluasa shalat dengan menghadap ke Kabah, dan pelaksanaan ibadah haji pun dapat dilakukan dengan leluasa, karena penguasa sebelumnya kaum kafir Quraisy bisa ditaklukkan. ”Tugas ulama sekarang ini adalah meneruskan perjuangan Rasulullah, agar pelaksanaan dakwah semakin lempang dan syariat Islam bisa dijalankan seluruhnya,” tegas Ridwan.
Sementara, staf pengajar Universitas Negeri Jakarta, Aziz Ritonga mengingatkan, seorang ulama yang terjun ke dunia politik haruslah lebih baik dalam segala hal dibanding politisi lainnya. Ia dituntut untuk mampu menyelaraskan antara kata dan perbuatannya, dan semua itu harus ia mulai dari dirinya sendiri.

Read More
0 komentar

Matikan Televisimu sebelum TV mematikan hatim


Media Dakwah At Tashfiyyah
Bidang Dakwah Al Hanif

التصفية

…karena umat tidak akan pernah jaya tanpa tashfiyah dan tarbiyah
Dari Redaksi:
Makalah ini pernah kami bagikan di tahun 2005 melalui majalah As Sunnah yakni berupa suplemen. Ada cerita yang sedikit menggelitik kami. Berdasarkan cerita agen Majalah ini ketika seseorang membaca artikel ini dia nyeletuk dengan nada sedikit sinis, “Apakah penulis makalah ini memiliki TV?”
Kami suguhkan kembali kepada Ikhwan semua sebagai pelengkap tulisan sebelumnya Matikan Televisimu sebelum TV mematikan hatimu. Perlu kami sampaikan kami memiliki ceramah Syaikh Wahid Baly tentang materi ini dengan judul Al Muttaham Al Awwal (Terdakwa Utama). Alhamdulillah. Allah Yubarrik Fikum.

Terdakwa Yang (sengaja dipersilahkan) Masuk Rumah

Kata terdakwa digunakan untuk menjelaskan seseorang yang dituduh terlibat tindak pidana atau kriminal dan dihadapkan ke pengadilan untuk diadili dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Seorang terdakwa dapat memiliki beberapa dakwaan sebelum dia divonis. Diajukannya seorang terdakwa ke pengadilan bertujuan agar dia mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan sekaligus agar terdakwa tersebut tidak meresahkan masyarakat karena tindak pidananya. Biasanya seorang pelaku kriminal yang bebas berkeliaran akan berakibat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Masyarakat akan senantiasa waspada agar pelaku kriminal tersebut tidak mengganggu dirinya.
Oleh karena itu, dapat kita bayangkan bagaimana jadinya jika ada seorang terdakwa tindak kriminal dengan banyak dakwaan  sering keluar masuk rumah sebagian besar kaum muslimin. Kemudian dapat kita bayangkan pula jika masuknya terdakwa tersebut bukanlah dengan cara paksa bahkan dengan sengaja diundang oleh pemilik rumah tersebut! Terdakwa ini mengajarkan dan menyebarkan kejahatan yang dia miliki kepada penghuni rumah tersebut! Dan yang lebih mengerikan lagi penghuni rumah tersebut seakan terhipnotis atau tersihir dan tidak mampu mengusir sang terdakwa. Bahkan anehnya penghuni rumah tersebut merasa kesepian tanpa kehadiran terdakwa yang banyak memiliki tuduhan tindak pidana tersebut!
Sangat mengerikan bukan? Ingin tahu siapa dan apa saja pengaruh jelek dan dakwaan yang dialamatkan kepada sang terdakwa tersebut? Seorang ulama yang bernama Asy Syaikh Wahid bin Abdus Salam Bali hafizhohulloh akan mengadili terdakwa tersebut. Dakwaan-dakwaan beliau terhadap terdakwa tersebut terangkum dengan rapi disertai bukti-bukti akurat dari survey dan penelitian, serta tentu saja dalil-dalil yang shohih dari Al Qur-an dan as sunnah serta pernyataan para ulama. Beliau menyusun dakwaannya dalam kitab yang beliau susun berjudul Al Muttaham Al Awwal (Terdakwa Utama). Siapakah sang terdakwa tersebut?
Ternyata terdakwa tersebut adalah sebuah hasil teknologi yang digunakan secara salah kaprah oleh sebagian besar kaum muslimin dan digunakan oleh musuh musuh Islam untuk menjauhkan ummat Islam dari agamanya. Terdakwa tersebut bernama TELEVISI!
Itulah terdakwa yang senantiasa berada di sebagian besar rumah kaum muslimin, bahkan berada di kamar-kamar tidur mereka sambil meninabobokan kaum muslimin dengan kejahatan-kejahatannya. Inilah terdakwa yang sering dijadikan baby sitter bagi sebagian kaum muslimin untuk  anak-anak kaum muslimin yang mengajarkan kebejatan moral, perbuatan cabul, adab yang buruk, pengotoran aqidah, dan segala macam bentuk keburukan lainnya. Terdakwa ini dijadikan teman karib bagi para istri sebagian kaum muslimin dikala sang suami tidak berada di sampingnya dan sang suami seakan-akan tersihir sehingga tidak dapat mengusir tamu yang dia undang sendiri ini! Inilah terdakwa yang sering juga mampir di kalangan tokoh-tokoh masyarakat yang bergelar kyai, aktivis da’wah, dan yang semisalnya sehingga sebagian masyarakat memiliki “dalil” untuk mengundang terdakwa ini ke rumahnya. Tidak sedikit dari mereka yang berdalil dengan perbuatan kyainya yang memiliki sang terdakwa alias TELEVISI ini sehingga jika dijelaskan tentang keburukan televisi, dengan serta merta mereka berdalil dengan mengatakan, “Kyai fulan juga memiliki televisi.” Terdakwa ini bukan didakwa karena mencuri perabotan dan harta. Ia terdakwa karena mencuri kehormatan dan kesucian. Ia terdakwa karena mengajarkan segala macam bentuk kejahatan dari mulai yang kecil sampai kejahatan yang paling besar di muka bumi ini yaitu syirik kepada Alloh.
Sebelum kita mengetahui dakwaan  Asy Syaikh, perlu kita ingat kembali bahwa orang beriman akan berdiri di hadapan Alloh dan akan diminta pertanggungjawabannya mengenai apa yang dilihat dan didengarnya. Alloh berfirman (artinya): “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya akan dimintai pertanggungjawaban” (Al Isra’:36). Televisi sekarang ini merupakan bencana yang telah memasuki setiap rumah, kecuali orang yang diberi rohmat oleh Alloh dan mereka itu sangat sedikit. Televisi didakwa oleh Asy Syaikh Wahid bin Abdussalam Baaly dengan sembilan belas dakwaan, setiap kasus mampu menghancurkan aspek besar dari masyarakat. Dan saya yakin – Insya Alloh – setiap pemilik TELEVISI yang beragama Islam setuju bahwa acara televisi di Indonesia, sebuah negeri yang mayoritas penduduknya Muslim[1], memiliki kemudhorotan yang sangat banyak dan besar bagi agama dan dunia.
Inilah sebagian dakwaan dari 19 dakwaan yang dijelaskan oleh Asy Syaikh Wahid Abdus Salam Baaly dan mudah-mudahan kita semua dapat bersikap jujur dalam menyikapi dakwaan Asy Syaikh terhadap televisi ini.


[1]Seorang dosen tamu berkewarganegaraan Inggris di sebuah PTS Bandung Jawa Barat bercerita: “Ketika saya akan berangkat ke Bandung, Indonesia, saya membayangkan bahwa daerah ini adalah daerah yang mirip seperti  negara-negara Timur Tengah dimana suasana keislamannya begitu kental karena negara ini adalah negara dengan mayoritas penduduknya Muslim. Namun setelah saya sampai disini, suasananya betul-betul berbeda. Tempat hiburan malam mudah didapat, dan kaum muslimin disini kelihatan “santai” (maksudnya dari penampilannya -pen).” Komentar ini sebetulnya tidak begitu mengejutkan. Sebetulnya ada yang lebih mengejutkan dan lebih dahsyat dari itu yaitu acara-acara televisi yang jauh dari syariat Islam, agama mayoritas penduduk Indonesia, yang ditayangkan di televisi yang ditonton oleh kaum muslimin Indonesia.  Hampir mayoritas penduduk Indonesia menyantap acara-acara televisi yang sebagian besar acara tersebut merusak moral dan aqidah kaum muslimin. Acara tersebut dinikmati oleh semua kalangan tanpa harus pergi ke tempat-tempat hiburan malam yang penuh maksiat, karena televisi meyediakan bukan saja hiburan malam akan tetapi hiburan sepanjang hari yang penuh dengan kemaksiatan! Allahul Musta’an!

Read More
0 komentar

Menjadi Dai/Mubaligh Yang Professional


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



Dunia da’i bukan semata dunia retorika dan permainan kata, tapi dunia pergerakan yang penuh dinamika dan gelora, membawa misi besar gemuruh perubahan yang penuh dengan tantangan dan halangan. Dunia da’i adalah dunia besar tidak hanya merubah wajah pribadi tapi wajah umat manusia, dan bahkan wajah dunia. Tidak melulu bicara tentang agama tetapi bicara tentang semua persoalan hingga menghadirkan peradaban baru yang menakjubkan. Tidak hanya berskala lokal tapi juga internasional, tidak hanya bicara dengan wilayah dunia saja tapi juga bicara dengan wilayah akhirat.

Dunia da’i adalah dunia luas menembus waktu serta melintasi jarak dan zaman yang teramat panjang. Kalau pekerjaan dunia menuntut kerja profesional, maka kerja da’wah yang janji kebaikannya tiada hitungan, tentunya menuntut kerja profesional yang lebih. Jika menyembelih persoalan sepele, kita diminta profesional ”...maka jika kalian menyembelih, sembelih dengan profesional” maka da’wah yang wilayah garapannya dunia dan akhirat tentunya kita diminta profesional pula.

Profesionalisme da’wah dalam kerja duniawi adalah bagaimana kita berupaya menyiapkan segala perbekalan secara optimal baik keilmuan yang terkait dengan ilmu-ilmu kejiwaan, profesional dalam penyajian, penggunaan fasilitas dan media guna optimalnya penyampaian nilai pada objek dakwah. Profesional secara ukhrowi bagaimana kita berusaha membersihkan niat agar selalu mencari ridho Allah swt, hingga pengorbanan dan perjuangan menjadi nikmat yang tak tertandingkan, menyelaraskan kata dan perbuatan sehingga cahaya alhaq mampu menembus kegelapan hati yang paling dalam. Da’wah profesional da’wah yang layak mendapat pertolongan dan kemenangan.

Da’i profesional memahami betul dunianya, dunia da’i difahaminya sebagai dunia perjuangan dan pengorbanan, dunia memberi bukan meminta, dunia panjang tanpa batas dan dunia terjal dipenuhi berbagai makar, namun da’i profesional memahami betul bahwa pengorbanannya di jalan da’wah tak kan pernah hilang tanpa hitungan,. Hanya da’i profesional yang mampu memahami da’wah, sementara mereka yang ingin hidup dari da’wah tak kan pernah merasakan manisnya da’wah dan perjuangan, meskipun memiliki dunia dari hasil dakwahnya.

Da’i profesional tak pernah mengeluh karena beratnya beban, tak pernah sedih karena sedikitnya hadirin dan sepinya sanjungan, tak pernah kecewa karena tak ada sambutan dan hidangan, tak akan pernah putus asa karena lama dan panjangnya perjuangan. Bekerja dan bekerja, begitulah semboyannya, ditelusurinya jalan-jalan perkampungan di tengah terik mentari dan guyuran hujan menyeru dan memanggil umat agar kembali kepada kebenaran, tidak pernah menampakkan wajah kelelahan, dan tampilan kesedihan.

Da’i profesional ke ujung gunungpun dia datang memenuhi undangan meski tanpa jemputan, mereka rela begadang membuat proyek-proyek besar penyelamatan, di tengah lelapnya masyarakat dalan keterlenaan.

Da’i profesional rela mengorbankan apa yang dimiliki demi kebaikan umat dan lingkungan. Semakin panjang jalan yang ditempuh, semakin nikmat dirasa, semakin berat medan yang dihadapi semakin membuat dirinya tertantang semakin besar pengorbanan yang diberi semakin membahagiakan, meski dalam perjalanannya membutuhkan biaya, dia tidak pernah menampakkan wajah dan belas kasihan kepad aumat, bahkan ketika diberi, dia mampu berkata, “Sesunguhnya aku tidak meminta upah kepada kalian , upahku hanya dari Allah swt”. Senandung bahagia selalu terlantun dari lisannya ketika kelalaiana dunia mengekangnya itu berucap: “Kami da’i sebelum segala seustau”. Ketika kelelahan dirasa dia berucap: “Kami sekelompok kaum yang bernikmat-nikmat dengan kelelahan dakwah. Ketika kekuasaan berda’wah dirasa dia berucap, “Tak kan mulia suatu kaum yang meninggalkan da’wah dan memburu dunia.

Meski secara ekonomi pas-pasan bahkan sering mengalami kekurangam, namun dia berani berkata lantang: “Kapan orang-orang seperti kita, bukan kapan kita seperti orang-orang”. Izzah da’i profesional tidak memudar meski uang tiada, rumah ngontrak, pakaian sederhana, makan seadanya, dan berjalan beralaskan sandal yang tak lagi layak guna. Bahkan di tengah ketiadaannya dia mampu memberi, karena dia faham siapa yang menghidupi dakwah, dia akan mulia dan siapa yang jidup dari da’wah akan hina. Ketika dia tidak mampu memberi maka cucuran air mata kesedihan tak terbendung, ada rasa tertinggal memenuhi panggilan kebaikan. Sebagian orang menicbir dan menganggapnya aneh, mencela, memfitnah, menintimidasi, menyiksa bahkan emngusir dan membunuh, namun dia tak pernah peduli,m da’i profesionalmemahami itulah jalan suci. Jalan yang dirintis para nabi.

Perjuangan panjang yang diawali keikhlasan, disemai kesabaran disirami keistiqomahan, dipupuk pengorbanan dan dirawat dengan do’a dan munajat akhirnya berbuah harapan. Perlahan tapi pasti, pohon da’wah nan indah menampakkan cikal bakalnya, bermula dari kalangan margginak, kemudian kalangan pemudan pelaja satu-persatu di anatra mereka sadar dari keterbuaiana. Mereka yang sadar merasagelisah ketika berdiam diri melihat keterpurukan, mereka bahu membahu memperkuat barisan, mengajak dan menyeru semua kalangan untuk memperkuat perjuangan. Kini pohon da’wah semakin besar, para tetua sesepuh dan tokoh ingin turut serta di dalamnya, sambutan kemenangan tidak hanya di kota, bahkan di d daerah dan pelosok pedesaan, da’wah memperlihatkan wajah segarnya.

Sang da’i kini mulai dikenal, bahkan menjadi terkenal, dirinya kini dijadikan pusat rujukan dan konsultasi, saran dan pendapatnya didengar, fatwanya dipatuhi, putusannya dituruti, belum afdhol rasanya jika sebuah kebijakan tidak melibatkan kesertaannya. Semua orang menaruh hormat, terkesima khalayak dibuatnya ketika mendengar taujihatnya, bahkan tanpa terasa terkadang air mata mengucur deras demi mendengar sentuhan wasiat sang adi. Jamaahnya kian hari kian besar, sanjungan dan pujian tak pernah putus terlontar meski sang da’i tidak meminta, sang da’i kini dijemput dan diberi uang sangu sebagai tanda hormat sang murid kepada guru. Sang da’i menolak tapi karena ”dipaksa” diapun tak mampu mengelak, hari-hari sang da’i kini dihujani sanjungan, pujian, dan fasilitas keduniaan. Pengaruh sang da’i kini menguasai publik, semua kalangan meletakkan kepercayaan kepadanya, agar sang da’i membawa misi perubahan, tidak hanya rakyat jelata yang menaruh harap, bahkan sebagian birokrat dan pejabat kini mulai mendekat, bermodalkan dukungan kini sang da’i jadi pejabat.

Dunia yang dahulu telah menaklukkan qorun, membuat ahlu badar khilaf dan ahlu uhud tercerai berai tak kan pernah membiarkan seorang pejuang untuk lepas dari jebakan pesonanya. Akankah sang da’i tetap menjadi da’i profesional atau menjadi da’i dunia, tetapi menjadi da’i profesional atau menjadi da’i dunia, waktu yang akan membuktikannya, apakah dia menjadi pejuang aqidah atau pejuang kepentingan. Dunia dahulu dan dunia kini masih digdayanya untuk mengecoh dan mengelabui pewaris nabi, akankah sang da’i mampu belajar dari pengalaman atau tidak. Namun sebagian dari kita sering belajar dari pengalaman, bahwa kita tidak belajar dari pengalaman. Anda’i kemenangan menjadikan sang da’i lebih dekat kepada sang Kholiq, lebih bersyukur dan menambah ketawadhu’an, serta menjadikan para kader pendukungnya ridho dan masyarakat semakin dekat dengan Allah swt maka ketahuilah sang da’i memang profesional, akan tetapi jika yang terjadi sebaliknya, maka sang da’i kini telah menjadi da’i dunia.

Na’udzubillah..

Read More
0 komentar

AYAT AYAT DAKWAH




Bismillahir Rahmaanir Rahiim

Hendaklah kita jadikan maksud hidup kita sebagaimana maksud hidup Nabi Muhammad saw, yaitu dakwah ila Allah. Al Quran akan selalu ditafsirkan berbeda-beda, tergantung siapa yang yang menafsirkan dan sebagai apa dia memposisikan diri. Seorang politikus akan menafsirkan Al Quran berbeda dengan seorang yang memposisikan dirinya sebagai pebisnis. Dan kita akan sangat jauh memahami Al Quran dari pemahaman Rasulullah dan Shahabat ra jika kita tidak memposisikan diri kita sebagai dai-dainya Allah SWT.

Al Quran adalah buku petunjuk bagi para dari, di dalamnya diceritakan banyak kisah dakwah yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul dan orang-orang sholeh, berikut akan saya sampaikan ayat-ayat yang menceritakan dakwah…

Ayat-Ayat Dakwah Allah SWT
Ayat-Ayat Dakwah Nabi as
Ayat-Ayat Dakwah Orang-Orang Sholeh (sedang dipersiapkan)

Read More
0 komentar

Hikmah dari Kisah Waliyullah

Hikmah dari Kisah Waliyullah

Hikmah dari Kisah WaliyullahBismilahirrahmanirrahim Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…
Dunia tasawuf mengenal banyak cerita sufi. Sebagian dari cerita itu termuat dalam kitab Tadzkiratul Awliya, Kenangan Para Wali, yang ditulis oleh Fariduddin Attar . Buku ini ditulis dalam bahasa Persia, meskipun judulnya ditulis dalam bahasa Arab. Selain berarti kenangan atau ingatan, kata tadzkirah dalam bahasa Arab juga berarti pelajaran. Sehingga Tadzkiratul Awliya berarti pelajaran yang diberikan oleh para wali.

Attar mengumpulkan kisah para wali; mulai dari Hasan Al-Bashri, sufi pertama, sampai Bayazid Al-Busthami. Dari Rabiah Al-Adawiah sampai Dzunnun Al-Mishri. Selain buku ini, Attar juga menulis buku cerita sufi berjudul Manthiquth Thayr, Musyawarah Para Burung. Berbeda dengan kitab pertama yang berisi cerita para tokoh sufi, kitab ini berbentuk novel dan puisi sufi. Sebagian besar ceritanya bersifat metaforis.
Fariduddin dijuluki Attar (penjual wewangian), karena sebelum menjadi sufi ia memiliki hampir semua toko obat di Mashhad, Iran.
Dahulu, orang yang menjadi ahli farmasi juga sekaligus menjadi penjual wewangian. Sebagai pemilik toko farmasi, Attar terkenal kaya raya.
Sampai suatu hari, datanglah seorang lelaki tua. Kakek itu bertanya, “Dapatkah kau tentukan kapan kau meninggal dunia?” “Tidak,” jawab Attar kebingungan. “Aku dapat,” ucap kakek tua itu, “saksikan di hadapanmu bahwa aku akan mati sekarang juga.” Saat itu juga lelaki renta itu terjatuh dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Attar terkejut. Ia berpikir tentang seluruh kekayaan dan maut yang mengancamnya. Ia ingin sampai pada kedudukan seperti kakek tua itu; mengetahui kapan ajal akan menjemput. Attar lalu meninggalkan seluruh pekerjaannya dan belajar kepada guru-guru yang tidak diketahui. Menurut shahibul hikayat, ia pernah belajar di salah satu pesantren di samping makam Imam Ridha as, di Khurasan, Iran. Setelah pengembaraannya, Attar kembali ke tempat asalnya untuk menyusun sebuah kitab yang ia isi dengan cerita-cerita menarik.
Tradisi mengajar melalui cerita telah ada dalam kebudayaan Persia. Jalaluddin Rumi mengajarkan tasawuf melalui cerita dalam kitabnya Matsnawi-e Ma’nawi. Penyair sufi Persia yang lain, Sa’di, juga menulis Gulistan, Taman Mawar, yang berisi cerita-cerita penuh pelajaran. Demikian pula Hafizh dan beberapa penyair lain. Tradisi bertutur menjadi salah satu pokok kebudayaan Persia.
Kebudayaan Islam Indonesia juga mengenal tradisi bercerita. Islam yang pertama datang ke nusantara adalah Islam yang dibawa oleh orang-orang Persia lewat jalur perdagangan sehingga metode penyebaran Islam juga dilakukan dengan bercerita. Mereka menggunakan wayang sebagai media pengajaran Islam.
Dalam pengantar Tadzkiratul Awliya, Attar menjelaskan mengapa ia menulis buku yang berisi cerita kehidupan para wali. Alasan pertama, tulis Attar, karena Al-Quran pun mengajar dengan cerita. Surat Yusuf, misalnya, lebih dari sembilan puluh persen isinya, merupakan cerita.
Terkadang Al-Quran membangkitkan keingintahuan kita dengan cerita: Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang cerita yang dahsyat, yang mereka perselisihkan. (QS. An-Naba; 1-3). Bagian awal dari surat Al-Kahfi bercerita tentang para pemuda yang mempertahankan imannya: Ingatlah ketika pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini. (QS. Al-Kahfi; 10) Surat ini dilanjutkan dengan kisah pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidhir, diteruskan dengan riwayat Zulkarnain, dan diakhiri oleh cerita Rasulullah saw.
Demikian pula surat sesudah Al-Kahfi, yaitu surat Maryam, yang penuh berisi ceritera; Dan kenanglah kisah Maryam dalam Al-Quran. Ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke satu tempat di sebelah timur . (QS. Maryam; 16) Al-Quran memakai kata udzkur yang selain berarti “ingatlah” atau “kenanglah” juga berarti “ambillah pelajaran.” Attar mengikuti contoh Al-Quran dengan menamakan kitabnya Tadzkiratul Awliya.
Alasan kedua mengapa cerita para wali itu dikumpulkan, tulis Attar, adalah karena Attar ingin mendapat keberkahan dari mereka. Dengan menghadirkan para wali, kita memberkahi diri dan tempat sekeliling kita. Sebuah hadis menyebutkan bahwa di dunia ini ada sekelompok orang yang amat dekat dengan Allah swt. Bila mereka tiba di suatu tempat, karena kehadiran mereka, Allah selamatkan tempat itu dari tujuh puluh macam bencana. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulallah, siapakah mereka itu dan bagaimana mereka mencapai derajat itu?” Nabi yang mulia menjawab, “Mereka sampai ke tingkat yang tinggi itu bukan karena rajinnya mereka ibadat. Mereka memperoleh kedudukan itu karena dua hal; ketulusan hati mereka dan kedermawanan mereka pada sesama manusia.”
Itulah karakteristik para wali. Mereka adalah orang yang berhati bersih dan senang berkhidmat pada sesamanya. Wali adalah makhluk yang hidup dalam paradigma cinta. Dan mereka ingin menyebarkan cinta itu pada seluruh makhluk di alam semesta. Attar yakin bahwa kehadiran para wali akan memberkahi kehidupan kita, baik kehadiran mereka secara jasmaniah maupun kehadiran secara ruhaniah.
Dalam Syarah Sahih Muslim, Imam Nawawi menjelaskan dalil dianjurkannya menghadirkan orang-orang salih untuk memberkati tempat tinggal kita. Ia meriwayatkan kisah Anas bin Malik yang mengundang Rasulullah saw untuk jamuan makan. Tiba di rumah Anas, Rasulullah meminta keluarga itu untuk menyediakan semangkuk air. Beliau memasukkan jari jemarinya ke air lalu mencipratkannya ke sudut-sudut rumah. Nabi kemudian shalat dua rakaat di rumah itu meskipun bukan pada waktu shalat.
Menurut Imam Nawawi, shalat Nabi itu adalah shalat untuk memberkati rumah Anas bin Malik. Imam Nawawi menulis, “Inilah keterangan tentang mengambil berkah dari atsar-nya orang-orang salih.” Sayangnya, tulis Attar dalam pengantar Tadzkiratul Awliya, sekarang ini kita sulit berjumpa dengan orang-orang salih secara jasmaniah. Kita sukar menemukan wali Allah di tengah kita, untuk kita ambil pelajaran dari mereka. Oleh karena itu, Attar menuliskan kisah-kisah para wali yang telah meninggal dunia. Attar memperkenalkan mereka agar kita dapat mengambil hikmah dari mereka. “Saya hanya pengantar hidangan,” lanjut Attar, “dan saya ingin ikut menikmati hidangan ini bersama Anda. Inilah hidangan para awliya.”
Attar lalu menulis belasan alasan lain mengapa ia mengumpulkan ceritera para wali. Yang paling menarik untuk saya adalah alasan bahwa dengan menceritakan kehidupan para wali, kita akan memperoleh berkah dan pelajaran yang berharga dari mereka. Seakan-akan kita menemui para wali itu di alam ruhani, karena di alam jasmani kita sukar menjumpai mereka.
Seringkali kita juga lebih mudah untuk mendapatkan pelajaran dari cerita-cerita sederhana ketimbang uraian-uraian panjang yang ilmiah.
Berikut ini sebuah cerita dari Bayazid Al-Busthami, yang insya Allah, dapat kita ambil pelajaran daripadanya;
Di samping seorang sufi, Bayazid juga adalah pengajar tasawuf. Di antara jamaahnya, ada seorang santri yang juga memiliki murid yang banyak. Santri itu juga menjadi kyai bagi jamaahnya sendiri. Karena telah memiliki murid, santri ini selalu memakai pakaian yang menunjukkan kesalihannya, seperti baju putih, serban, dan wewangian tertentu.
Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Bayazid, “Tuan Guru, saya sudah beribadat tiga puluh tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani yang Tuan Guru ceritakan. Saya tak pernah saksikan apa pun yang Tuan gambarkan.”
Bayazid menjawab, “Sekiranya kau beribadat selama tiga ratus tahun pun, kau takkan mencapai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu.”
Murid itu heran, “Mengapa, ya Tuan Guru?”
“Karena kau tertutup oleh dirimu,” jawab Bayazid.
“Bisakah kau obati aku agar hijab itu tersingkap?” pinta sang murid.
“Bisa,” ucap Bayazid, “tapi kau takkan melakukannya.”
“Tentu saja akan aku lakukan,” sanggah murid itu.
“Baiklah kalau begitu,” kata Bayazid, “sekarang tanggalkan pakaianmu. Sebagai gantinya, pakailah baju yang lusuh, sobek, dan compang-camping. Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang. Pergilah kau ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana. Katakan pada mereka, “Hai anak-anak, barangsiapa di antara kalian yang mau menampar aku satu kali, aku beri satu kantung kacang.” Lalu datangilah tempat di mana jamaah kamu sering mengagumimu. Katakan juga pada mereka, “Siapa yang mau menampar mukaku, aku beri satu kantung kacang!”
“Subhanallah, masya Allah, lailahailallah,” kata murid itu terkejut.
Bayazid berkata, “Jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan oleh orang kafir, ia berubah menjadi mukmin. Tapi kalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir.”
Murid itu keheranan, “Mengapa bisa begitu?”
Bayazid menjawab, “Karena kelihatannya kau sedang memuji Allah, padahal sebenarnya kau sedang memuji dirimu. Ketika kau katakan: Tuhan mahasuci, seakan-akan kau mensucikan Tuhan padahal kau menonjolkan kesucian dirimu.”
“Kalau begitu,” murid itu kembali meminta, “berilah saya nasihat lain.”
Bayazid menjawab, “Bukankah aku sudah bilang, kau takkan mampu melakukannya!”
Cerita ini mengandung pelajaran yang amat berharga. Bayazid mengajarkan bahwa orang yang sering beribadat mudah terkena penyakit ujub dan takabur. “Hati-hatilah kalian dengan ujub,” pesan Iblis.
Dahulu, Iblis beribadat ribuan tahun kepada Allah. Tetapi karena takaburnya terhadap Adam, Tuhan menjatuhkan Iblis ke derajat yang serendah-rendahnya.
Takabur dapat terjadi karena amal atau kedudukan kita. Kita sering merasa menjadi orang yang penting dan mulia. Bayazid menyuruh kita menjadi orang hina agar ego dan keinginan kita untuk menonjol dan dihormati segera hancur, yang tersisa adalah perasaan tawadhu dan kerendah-hatian. Hanya dengan itu kita bisa mencapai hadirat Allah swt.
Orang-orang yang suka mengaji juga dapat jatuh kepada ujub. Mereka merasa telah memiliki ilmu yang banyak. Suatu hari, seseorang datang kepada Nabi saw, “Ya Rasulallah, aku rasa aku telah banyak mengetahui syariat Islam. Apakah ada hal lain yang dapat kupegang teguh?” Nabi menjawab, :”Katakanlah: Tuhanku Allah, kemudian ber-istiqamah-lah kamu.”
Ujub seringkali terjadi di kalangan orang yang banyak beribadat. Orang sering merasa ibadat yang ia lakukan sudah lebih dari cukup sehingga ia menuntut Tuhan agar membayar pahala amal yang ia lakukan. Ia menganggap ibadat sebagai investasi. Orang yang gemar beribadat cenderung jatuh pada perasaan tinggi diri. Ibadat dijadikan cara untuk meningkatkan statusnya di tengah masyarakat. Orang itu akan amat tersinggung bila tidak diberikan tempat yang memadai statusnya. Sebagai seorang ahli ibadat, ia ingin disambut dalam setiap majelis dan diberi tempat duduk yang paling utama.
Tulisan ini saya tutup dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad-nya; Suatu hari, di depan Rasulullah saw Abu Bakar menceritakan seorang sahabat yang amat rajin ibadatnya. Ketekunannya menakjubkan semua orang. Tapi Rasulullah tak memberikan komentar apa-apa. Para sahabat keheranan. Mereka bertanya-tanya, mengapa Nabi tak menyuruh sahabat yang lain agar mengikuti sahabat ahli ibadat itu. Tiba-tiba orang yang dibicarakan itu lewat di hadapan majelis Nabi. Ia kemudian duduk di tempat itu tanpa mengucapkan salam. Abu Bakar berkata kepada Nabi, “Itulah orang yang tadi kita bicarakan, ya Rasulallah.” Nabi hanya berkata, “Aku lihat ada bekas sentuhan setan di wajahnya.”
Nabi lalu mendekati orang itu dan bertanya, “Bukankah kalau kamu datang di satu majelis kamu merasa bahwa kamulah orang yang paling salih di majelis itu?” Sahabat yang ditanya menjawab, “Allahumma, na’am. Ya Allah, memang begitulah aku.” Orang itu lalu pergi meninggalkan majelis Nabi.
Setelah itu Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat, “Siapa di antara kalian yang mau membunuh orang itu?” “Aku,” jawab Abu Bakar.
Abu Bakar lalu pergi tapi tak berapa lama ia kembali lagi, “Ya Rasulallah, bagaimana mungkin aku membunuhnya? Ia sedang ruku’.”
Nabi tetap bertanya, “Siapa yang mau membunuh orang itu?” Umar bin Khaththab menjawab, “Aku.” Tapi seperti juga Abu Bakar, ia kembali tanpa membunuh orang itu, “Bagaimana mungkin aku bunuh orang yang sedang bersujud dan meratakan dahinya di atas tanah?” Nabi masih bertanya, “Siapa yang akan membunuh orang itu?” Imam Ali bangkit, “Aku.” Ia lalu keluar dengan membawa pedang dan kembali dengan pedang yang masih bersih, tidak berlumuran darah, “Ia telah pergi, ya Rasulullah.” Nabi kemudian bersabda, “Sekiranya engkau bunuh dia. Umatku takkan pecah sepeninggalku….” Dari kisah ini pun kita dapat mengambil hikmah: Selama di tengah-tengah kita masih terdapat orang yang merasa dirinya paling salih, paling berilmu, dan paling benar dalam pendapatnya, pastilah terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin. Nabi memberikan pelajaran bagi umatnya bahwa perasaan ujub akan amal salih yang dimiliki adalah penyebab perpecahan di tengah orang Islam. Ujub menjadi penghalang naiknya manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Penawarnya hanya satu, belajarlah menghinakan diri kita. Seperti yang dinasihatkan Bayazid Al-Busthami kepada santrinya.

Read More
0 komentar

Raden Patah


Raden PatahRaden Patah adalah pendiri dan sultan pertama Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1500-1518. Pada masanya Masjid Demak didirikan, dan kemudian ia dimakamkan di sana.

Saya adalah ulama asing yang datang ke Pulau Jawa. Hanya sementara waktu saja saya memimpin masyarakat Islam Jawa berkat ijin Sang Prabu (Raja Majapahit). Berbeda dengan kamu. Kamu orang Jawa tulen, turun-temurun orang Jawa yang memiliki Pulau Jawa.”
Kata-kata Sunan Ampel (salah seorang Wali Songo) itu telah menjadi perangsang kepada Raden Patah yang kemudiannya telah menegakkan kerajaan Demak, yaitu kerajaan Islam yang pertama di Jawa. Raden Patah telah memainkan peranan yang amat penting dalam pengislaman orang-orang di Jawa dan timur Nusantara. Dengan berdirinya kerajaan Islam Demak dan penaklukannya atas kerajaan Hindu Majapahit serta pengusiran tentara Portugis dari Jawa Barat, jalan pengislaman Jawa menjadi terbuka lebar. Pembangunan kerajaan Islam Demak merupakan satu titik peralihan dalam sejarah Jawa dan timur Nusantara.
Asal-Usul Raden Patah
Raden PatahTerdapat berbagai versi tentang asal-usul pendiri Kesultanan Demak.
Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad) dari seorang selir Cina. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, putri Cina dinikahi Arya Damar, melahirkan Raden Kusen.
Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama asli Raden Patah adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) raja Majapahit (versi Pararaton) dari selir Cina. Kemudian selir Cina diberikan kepada seorang peranakan Cina bernama Swan Liong di Palembang. Dari perkawinan kedua itu lahir Kin San. Kronik Cina ini memberitakan tahun kelahiran Jin Bun adalah 1455. Mungkin Raden Patah lahir saat Bhre Kertabhumi belum menjadi raja (memerintah tahun 1474-1478).
Menurut Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir Cina adalah Siu Ban Ci, putri Tan Go Hwat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Hwat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Syaikh Bantong.
Menurut Sejarah Banten, Pendiri Demak bernama Cu Cu, putra mantan perdana menteri Cina yang pindah ke Jawa. Cu Cu mengabdi ke Majapahit dan berjasa menumpas pemberontakan Arya Dilah bupati Palembang. Berita ini cukup aneh karena dalam Babad Tanah Jawi, Arya Dilah adalah nama lain Arya Damar, ayah angkat Raden Patah sendiri. Selanjutnya, atas jasa-jasanya, Cu Cu menjadi menantu raja Majapahit dan dijadikan bupati Demak bergelar Arya Sumangsang.
Menurut Suma Oriental karya Tome Pires, pendiri Demak bernama Pate Rodin, cucu seorang masyarakat kelas rendah di Gresik.
Meskipun terdapat berbagai versi, namun terlihat kalau pendiri Kesultanan Demak memiliki hubungan dengan Majapahit, Cina, Gresik, dan Palembang.
Raden Patah Mendirikan Demak
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.
Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah.
Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo.
Perang Demak dan Majapahit
Perang antara Demak dan Majapahit diberitakan dalam naskah babad dan serat, terutama Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda. Dikisahkan, Sunan Ampel melarang Raden Patah memberontak pada Majapahit karena meskipun berbeda agama, Brawijaya tetaplah ayah Raden Patah. Namun sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah tetap menyerang Majapahit. Brawijaya moksa dalam serangan itu. Untuk menetralisasi pengaruh agama lama, Sunan Giri menduduki takhta Majapahit selama 40 hari.
Kronik Cina dari kuil Sam Po Kong juga memberitakan adanya perang antara Jin Bun melawan Kung-ta-bu-mi tahun 1478. Perang terjadi setelah kematian Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel). Jin Bun menggempur ibu kota Majapahit. Kung-ta-bu-mi alias Bhre Kertabhumi ditangkap dan dipindahkan ke Demak secara hormat. Sejak itu, Majapahit menjadi bawahan Demak dengan dipimpin seorang Cina muslim bernama Nyoo Lay Wa sebagai bupati.
Pada tahun 1485 Nyoo Lay Wa mati karena pemberontakan kaum pribumi. Maka, Jin Bun mengangkat seorang pribumi sebagai bupati baru bernama Pa-bu-ta-la, yang juga menantu Kung-ta-bu-mi.
Tokoh Pa-bu-ta-la ini identik dengan Prabu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya yang menerbitkan prasasti Jiyu tahun 1486 dan mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri.
Selain itu, Dyah Ranawijaya juga mengeluarkan prasasti Petak yang berkisah tentang perang melawan Majapahit. Berita ini melahirkan pendapat kalau Majapahit runtuh tahun 1478 bukan karena serangan Demak, melainkan karena serangan keluarga Girindrawardhana.
Pemerintahan Raden Patah
Apakah Raden Patah pernah menyerang Majapahit atau tidak, yang jelas ia adalah raja pertama Kesultanan Demak. Menurut Babad Tanah Jawi, ia bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, sedangkan menurut Serat Pranitiradya, bergelar Sultan Syah Alam Akbar.
Nama Patah sendiri berasal dari kata al-Fatah, yang artinya “Sang Pembuka”, karena ia memang pembuka kerajaan Islam pertama di pulau Jawa.
Pada tahun 1479 ia meresmikan Masjid Agung Demak sebagi pusat pemerintahan. Ia juga memperkenalkan pemakaian Salokantara sebagai kitab undang-undang kerajaan. Kepada umat beragama lain, sikap Raden Patah sangat toleran. Kuil Sam Po Kong di Semarang tidak dipaksa kembali menjadi masjid, sebagaimana dulu saat didirikan oleh Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam.
Raden Patah juga tidak mau memerangi umat Hindu dan Buddha sebagaimana wasiat Sunan Ampel, gurunya. Meskipun naskah babad dan serat memberitakan ia menyerang Majapahit, hal itu dilatarbelakangi persaingan politik memperebutkan kekuasaan pulau Jawa, bukan karena sentimen agama. Lagi pula, naskah babad dan serat juga memberitakan kalau pihak Majapahit lebih dulu menyerang Giri Kedaton, sekutu Demak di Gresik.
Tome Pires dalam Suma Oriental memberitakan pada tahun 1507 Pate Rodin alias Raden Patah meresmikan Masjid Agung Demak yang baru diperbaiki. Lalu pada tahun 1512 menantunya yang bernama Pate Unus bupati Jepara menyerang Portugis di Malaka.
Tokoh Pate Unus ini identik dengan Yat Sun dalam kronik Cina yang diberitakan menyerang bangsa asing di Moa-lok-sa tahun 1512. Perbedaannya ialah, Pate Unus adalah menantu Pate Rodin, sedangkan Yat Sun adalah putra Jin Bun. Kedua berita, baik dari sumber Portugis ataupun sumber Cina, sama-sama menyebutkan armada Demak hancur dalam pertempuran ini.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah meninggal dunia tahun 1518 dalam usia 63 tahun. Ia digantikan Yat Sun sebagai raja selanjutnya, yang dalam Babad Tanah Jawi bergelar Pangeran Sabrang Lor.
Keturunan Raden Patah
Menurut naskah babad dan serat, Raden Patah memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel , menjadi permaisuri utama, melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana, yang masing-masing secara berurutan kemudian naik takhta, bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana.
Istri yang kedua seorang putri dari Randu Sanga, melahirkan Raden Kanduruwan. Raden Kanduruwan ini pada pemerintahan Sultan Trenggana berjasa menaklukkan Sumenep.
Istri yang ketiga adalah putri bupati Jipang, melahirkan Raden Kikin dan Ratu Mas Nyawa. Ketika Pangeran Sabrang Lor meninggal tahun 1521, Raden Kikin dan Raden Trenggana bersaing memperebutkan takhta. Raden Kikin akhirnya mati dibunuh putra sulung Raden Trenggana yang bernama Raden Mukmin alias Sunan Prawata, di tepi sungai. Oleh karena itu, Raden Kikin pun dijuluki Pangeran Sekar Seda ing Lepen, artinya bunga yang gugur di sungai.
Kronik Cina hanya menyebutkan dua orang putra Jin Bun saja, yaitu Yat Sun dan Tung-ka-lo, yang masing-masing identik dengan Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana.
Suma Oriental menyebut Pate Rodin memiliki putra yang juga bernama Pate Rodin, dan menantu bernama Pate Unus. Berita versi Portugis ini menyebut Pate Rodin Yunior lebih tua usianya dari pada Pate Unus . Dengan kata lain Sultan Trenggana disebut sebagai kakak ipar Pangeran Sabrang Lor.

Read More
0 komentar